
Malam pukul 22.30 kami beranjak dari Jakarta menuju Merak. Tujuan
trip kali ini adalah Teluk Kiluan yang berada di Tenggamus, Lampung.
Teluk yang merupakan jalur migrasi lumba-lumba jenis mulut botol ini
begitu membuat kami penasaran. Selama ini daerah yang kami tahu jika
ingin melihat lumba-lumba di laut, dengan jarak yang terdekat adalah
Lovina, Bali.
Rasa penasaran, mengabaikan semua ketakutan akan
jalanan yang dilalui. Menurut info yang kami dapat, jalan menuju Kiluan
sangat terjal, dan sulit dilalui oleh kendaraan roda empat.
Selama
3,5 jam menyeberang Merak-Bakauheni, kami melanjutkan perjalananan
menuju Lampung Selatan. Rencananya Pemandu kami akan menjemput di sana.
Butuh waktu sekitar 3 jam dari Bakauheni untuk sampai di Lampung
Selatan. Pemandu kami, Pak Maimun sudah tiba terlebih dahulu. Pak Maimun
merupakan penduduk asli Lampung yang mengelola penginapan di Pulau
Seberang, Pulau yang akan kami tempati nanti. Karena jalan menuju Teluk
Kiluan cukup sulit, Pak Maimun lantas memutuskan untuk memandu
perjalanan kami dari Lampung Selatan.
Hamparan sawah yang
menghijau, pantai yang landai, gradasi warna perbukitan, menyapa mata
kami selama 3 jam perjalanan menuju Tenggamus. Meskipun ini bukan
kunjungan yang pertama, namun tetap saja rasa takjub saat berada di
tempat ini menyelimuti hati kami. Indonesia negeri yang cantik, sungguh
tak diragukan lagi.
Adventure road
Sepanjang 1,5 jam berikutnya merupakan adventure road buat kami
semua. Dan memang benar, jalan untuk menggapai Teluk Kiluan sangatlah
berat. Dari Desa Bawang, seharusnya kami naik ojek motor, sekitar 1,5
jam. Namun saat itu kami naik ELF 15 seater dan pemandu meyakinkan bahwa
kendaraan kami bisa melewati jalur yang akan dilalui
Betapa
sulitnya akses untuk menuju Kiluan. Jalanan yang meliuk-liuk, licin,
berbukit, naik turun dan sangat sempit harus kami lewati. Mobil yang
mengantar kami harus jalan pelan-pelan karena banyak tikungan tajam.
Meskipun ini bagian dari petualangan, namun setiap langkah harus
dilakukan dengan cermat. Beruntung kami mendapatkan supir yang handal.
Salah hitung, jurang di bahu jalan siap menerima kami.
Pada saat
tertentu kami sengaja turun dari mobil untuk menikmati pemandangan yang
ada. Bahkan pada suatu bukit yang kami lewati, terlihat Teluk Kiluan
dengan pulau-pulau kecilnya. Kami yang melihatnya dari atas bukit,
seperti dihadapkan pada suatu lukisan terindah dari Sang Maestro. Bukit,
pantai, laut awan dan langit menjadi komposisi yang sempurna, tanpa
cela. Cuaca cerah menyempurnakan lukisan itu. Teluk Kiluan yang
tersembunyi di antara barisan pegunungan dan perbukitan, saat itu
terlihat jelas.

Tiga
jam bercengkrama dengan pemandangan cantik dan 1,5 jam berpetualang
dengan jalan yang horror, akhirnya kami sampai di Desa Kiluan. Terlihat
bahwa Desa ini banyak dihuni oleh para transmigran.
Beberapa
rumah dengan gaya Bali nampak bersanding dengan rumah panggung milik
penduduk asli Lampung. Dialek kental orang Jawa berbaur dengan aneka
ragam dialek dari daerah lain menjadikan Desa Kiluan begitu hidup.
Keluarga
Pak Maimun menyambut kami dengan ramah. Makan siang siang dengan menu
ikan segar berbumbu pedas menjadi sangat nikmat karena kami santap di
pinggir pantai. Lidah dan mata dimanjakan pada saat yang bersamaan. Rasa
lelah akibat perjalanan panjang, berangsur-angsur luruh. Ya, rumah Pak
Maimun memang berada di pinggir pantai. Halaman belakangnya langsung
pantai landai. Tak perlu menginap di hotel berbintang untuk mendapatkan
sea view terbaik di tempat ini. Tak perlu bayar mahal.
Pantai Pasir Putih dan Pulau SeberangSetelah
makan siang, kami lalu melanjutkan perjalanan ke Pantai Pasir Putih.
Trekking sekitar 20 menit, melewati hamparan sawah, jembatan gantung dan
semak-semak. Pantai Pasir Putih mempunyai ombak yang besar dan
menggulung. Beberapa teman sibuk berfoto di batu-batu karang yang sangat
besar. Bahkan batu karang tersebut bisa mencapai tinggi sekitar 5
meter.

Puas
bermain-main di Pantai Pasir Putih, kami kembali ke rumah Pak Maimun
untuk menyeberang ke Pulau Seberang dengan menggunakan jukung (perahu
yang sangat langsing). Tak sampai 15 menit, kami sudah tiba di Pulau
Seberang dengan pemandangan yang tak kalah cantiknya. Pasir putih dan
warna laut turquoise menjadi perpaduan yang sempurna. Suara monyet dan
aneka burung liar turut mewarnai pulau tempat kami tinggal.
Sebelum
masuk ke homestay, bangunan dari bambu yang mempunyai 3 kamar tidur,
kami leyeh-leyeh sejenak di gazebo. Semilir angin membuat beberapa
peserta tertidur. Sementara peserta yang lain, tidak mau melewatkan
waktunya begitu saja. Mereka berenang dan bersnorkling menikmati
keindahan bawah laut. Beberapa peserta justru lebih asyik mengabadikan
gambar di sekitar pulau. Sungguh cantik Pulau Seberang ini.

Malamnya
kami membuat api unggun dan membakar ikan. Seekor Ikan (yang saya
tidak tau namanya) seberat kurang lebih 7 kg itu langsung kami habiskan
begitu selesai dibakar. Malam menjelang, beberapa peserta tertidur di
homestay, beberapa lagi memilih tidur di gazebo dan pinggir pantai.
Menyatu dengan alam, mendengarkan suara ombak dan binatang malam,
sungguh sulit sekali kami temukan bagi kami warga Jakarta yang sudah
sangat padat dengan berbagai aktifitas.
Tarian lumba-lumba menyambut pagiPagi
menjelang. Setelah sarapan, pukul 06.00 kami bersiap untuk berburu
lumba-lumba di Teluk Kiluan. Berburu di sini maksudnya melihat langsung
lumba-lumba dari jarak yang paling dekat, di lautan lepas. Lima jukung
telah siap mengantar kami. Masing-masing jukung hanya boleh diisi tidak
lebih dari 3 orang.
Dua puluh menit kemudian kami telah tiba di
Teluk Kiluan. Lautan lepas berwarna biru pekat dan ombak besar menyambut
kami. Rasanya mustahil sekali jukung kecil ini bisa bertahan di ombak
yang besar ini. Kami sempat was-was juga, karena saat itu tak ada
pelampung, dan tak ada yang menyewakan (kalau sekarang sudah bisa sewa
pelampung).
Ombak yang besar membuat beberapa peserta trip
jackpot. Namun beberapa peserta justru menganggap itulah petualangan
mereka. Duduk di perahu yang sangat kecil sambil menjaga keseimbangan
badan karena ‘harus’ mendapatkan foto lumba-lumba.

Lumba-lumba
di Teluk Kiluan merupakan jenis lumba-lumba mulut botol. Teluk kiluan
yang berbatasan dengan Samudra Hindia, mempunyai kedalaman dan suhu
tertentu yang membuat lumba-lumba sering berenang di daerah ini. Atraksi
lumba-lumba inilah yang membuat para backpacker penasaran untuk datang
ke Teluk Kiluan. Karena selain jumlah lumba-lumba yang banyak, keindahan
Teluk Kiluan juga tidak di ragukan lagi. Kemunculan lumba-lumba yang
banyak, mampu menghilangkan rasa was-was kami berpetualang di laut lepas
dengan perahu yang sangat kecil dan tanpa pelampung. Yang terpikirkan
justru bagaimana agar bidikan kamera bisa tepat, karena merupakan
momentum yang sangat singkat.
Tiga jam berada dalam jukung dan
puas mengabadikan foto lumba-lumba, kami melanjutkan perjalanan dengan
mengunjungi Pulau Kelapa. Pulau yang mempunyai pasir bersih dan pantai
indah ini juga menawarkan pesona lain. Dengan trekking sekitar 15 menit,
kita bisa menemukan laguna cantik yang aman untuk berenang. Namun
sayang, saat itu air laut sedang pasang sehingga kami tidak jadi
berenang.
Tempat berlibur orang Eropa
Pak
Budi, orang yang mengendalikan jukung kami, bercerita bahwa dulu pada
tahun 80-90an Teluk Kiluan banyak didatangi wisatawan asing, terutama
dari Eropa. Jalur yang dipilih tentu saja jalur laut, bukan jalur darat.
Mereka membawa yacht-yacht pribadi mereka untuk berlibur di Teluk
Kiluan. Pak Budi menunjukkan beberapa pulau tak berpenghuni yang masih
menyisakan bangunan-bangunan lama.
Selain berlibur, wisman
tersebut juga berburu penyu hijau dan penyu sisik. Sangat mudah bagi
mereka mendapatkan penyu hijau dan penyu sisik dalam jumlah ratusan,
karena saat itu para nelayan rela berburu kedua jenis binatang tersebut
dan tidak memikirkan resikonya.
Namun kini, semua nelayan sudah
sadar akan dampak buruk perburuan tersebut. Kedua jenis penyu tersebut
hampir punah dan jika tidak dijaga akan mengganggu keseimbangan alam.
Para wisman pun sudah tidak banyak lagi yang datang semenjak tsunami
tahun 2004. Para nelayan kini bergerak untuk memajukan kembali geliat
wisata di Kiluan dengan menyewakan jukung-jukung mereka dan menjadi
pemandu.
Puas menjelajahi Pulau Kelapa, kami kembali ke Pulau
Seberang. Beberapa teman kembali berenang dan snorkeling. Hingga tiba
saatnya kami harus meninggalkan pulau cantik ini. Kembali menuju rumah
Pak Maimun untuk santap siang. Menu ikan segar, makan di pinggir pantai,
kembali kami nikmati sensasi kedua kalinya. Kenangan indah mengenai
Teluk Kiluan benar-benar tak terlupakan hingga kami kembali ke Jakarta.